Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka kita akan mendengar runtutan bunyi bunyi bhasa yng terus menerus, kadang-kadang terdengar suara menaik dan menurun dan kadang-kadang terdengar hentian sejenak atau hentian agak lama, atau suara pemanjangan dan biasa saja. Runtuhan bunyi bahasa ini dapat di analisis atau di segmentasikan berdasarkan tindakan yang erdasarkan bunyi tersebut.
Bidang Lingusistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut Fonologi, yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut Hirarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya adalah fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum Fonetik bisa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan Fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan bunyi bahasa tersebut sebagai pembeda makna.
1. FONETIK
Fonetik adalah bidang linguistic yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian menurut proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.
Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklarifikasiakan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki getarannya, amplitudinya, dan intensitasnya dan timbrenya. Sedangkan fonetik auditor mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik itu, yang paling berurusan dengan bidang linguistic adalah Fonetik Aritikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.
1) Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa. Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa itu mempunyai fungsi utama lain yang bersifat biologis. Misalnya paru-paru untuk bernafas, lidah untuk mengecap dan gigi untuk mengunyah. Namun secara kebetulan alat-alat itu digunakan juga untuk berbicara. Kita perlu mengenal alat-alat itu untuk bisa memahami bagaimana bunyi bahasa itu diproduksi dan nama-nama pun diambil dari alat-alat ucap itu.
Alat-alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahsa adalah sebagai berikut
1. Paru-paru
2. Batang tenggorokan
3. Pangkal tenggorokan
4. Pita suara
5. Krikoid
6. Tiroid
7. Aritenoid
8. Dinding rongga kerongkongan
9. epiglogis
10. akar lidah
11. pangkal lidah
12. tengah lidah
13. daun lidah
14. ujung lidah
15. anak tekak
16. langit-langit lunak
17. langit-langit keras
18. gusi, lengkung kaki gigi
19. gigi atas
20. gigi bawah
21. bibir atas
22. bibir bawah
23. mulut
24. rongga mulut
25. rongga hidung
Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi nama sesuai dengan nama alat ucap itu. Namun tidak bisa disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”, melainkan bunyi dental dan bunyi labial yaitu istilah beberapa bentuk ajektif dari bahasa latinnya.
2) Proses fonasi
Terjadinya bunyi bahasa umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan ke pangkal tenggorokanyang dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa terus keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi terbuka .
Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut ataupun melalui rongga hidung udara tadi diteruskan ke udara bebas.
Berkenaan dengan pada hambatan pita suara ini perlu dijelaskan adanya empat macam posisi pita suara : yaitu : (a) pita suara terbuka lebar (b) pita suara agak terbuka lebar (c) pita suara terbuka sedikit (d) pita suara tertutup rapat-rapat. Kalau posisi pita suara terbuka lebar, maka tidak akan terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalh posisi untuk bernafas secara normal. Kalau pita suara agak terbuka lebar, maka akan terjdi bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara (voiceless). Kalau pita suara terbuka sedikit, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara (voice). Kalau pita suara tertutup rapt maka akan terjadi bunyi hamzah atau global stop.
Setelah melewati pita suara, tempat awal terjadinya bunyi bahasa, arus udara diteruskan kea lat-alat ucap tertentu yang terdapat dirongga mulut atau rongga hidung, dimana bunyi bahasa tertentu akan di hasilkan. Tempat bunyi bahasa itu terjadi atau di hasilkan disebut artikulasi; proses terjadinya disebut proses artikulasi; alat yang digunakan disebut alat artikulasi atau di sebut artikulator. Dalam proses artikulasi, biasanya terlibat dua macam articulator, yaitu artikulator aktif dan artikulator pasif.. Artikulator aktif adalah alat ucap aktif atau di gerakkan misalnya bibir bawah, ujung lidah, dan daun lidah. Sedangkan Artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak misalnya gigi atas dan langit-langit atas.
Keadaan, cara, atau posisi bertemunya artikulator aktif dan pasif adalah striktur. Dalam hal ini ada striktur aktif hanya menyentuh sedikit artikulator pasif itu, ada yang merapat, tetapi ada juga artikulator aktif itu sesudah menyentuh artikulator aktif, alau di hempaskan kembali ke bawah. Jenis striktur akan melahirkan jenis bunyi yang berbeda.
3) Tulisan Fonetik
Dalam studi linguistic dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan dan ejaan, diantaranya tulisan fonetik atau ejaan fonetik., tulisan fonemis atau ejaan fonemis, dan sistem askara tertentu (seperti askara latin, dan sebagainya) untuk ejaan ortografis.
Tulisan fonetik yang dibuat untuk keperluan studi fonetik, sesungguhnya dibuat berdasarkan huruf-huruf dari askara latin, yang di tambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terdapat huruf latin itu. Hal ini perlu dilakukan karena abjad latin hanya mempunyai 26 huruf atau grafem, sedangkan bunyi bahasa itu banyak sekali, melebihi jumlah huruf yang ada itu. Misalnya saja, abjad latin hanya mempunyai a, i, e, o, dan u padahal bahasa Indonesia saja mempunyai 6 buah fonem vokal dengan sekian banyak alofonnya. Begitupun bahasa Inggris dan bahasa Prancis memiliki lebih dari 10 buah vokal.
Kalau dalam tulisan fonetik, setiap bunyi, baik yang disegmental maupun yang suprasegmental, di lambangkan secara akurat, artinya setiap bunyi mempunyai lambang-lambangnya sendiri, meskipun perbedaannya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif saja, yakni yang membedakan makna kata tidak diperbedakan lambangnya. Selain tulisan fonetik dan tulisan fonemik ada juga tulisan lain yaitu tulisan ortografi.
4) Klarifikasi Bunyi
Pada umumnya bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi bergetar ketika arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapatkan apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilakan. Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongha mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan dari tempat-tempat artikulasi tertentu.
a) Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertical dan horizontal. Secara vertical dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi /i/ dan /u/; vokal tengah, misalnya bunyi /e/ dan / d / dan vokal rendah misalnya bunyi /a/. Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya bunyi /i/ dan /e/; vokal pusat misalnya bunyi / d / dan vokal belakang misalnya bunyi /u/ dan /o/. kemudian berdasarkan bentuk mulut dibedakan ata vokal bundar dan tak bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapakan vokal itu, misalnya vokal /o/ dan vokal /u/. Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar waktu mengucapak vokal /i/ dan /e/.
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian kita memberi nama akan vokal-vokal itu, misalnya :
/i/ adalah vokal depan tinggi tak bundar
/e/ adalah vokal depan tengah tak bundar
/d/ adalah vokal pusat tengah tak bundar
/o/ adalah vokal belakang tengah bundar
/a/ adalah vokal pusat rendah tak bundar.
b) Diftong atau vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strikturnya. Namun yang dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah /au/ seperti pada kata kerbau dan harimau.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsur, sehingga dibedakan adanay diftong naik dan diftong turun. Disebut diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari pada posisi bunyi kedua.
c) Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau criteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi dan cara artikulasi.
Berdasarkan posisi pita suara dibedakan menjadi bunyi bersuara dan bunyi yang tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadi getarab pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/ dan /c/. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi tak bersuara antara lain, bunyi /s/, /k/, /p/ dan /t/.
Berdasarkan tempat artikulasinya dapat dibedakan menjadi, anatar lain:
1. Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir; bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial ini adalah bunyi /b/, /p/ dan /m/
2. Labiodental, yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas; bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi /f/ dan /v/
3. Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, dalam hal ini daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan laminoalveolar adalah bunyi /t/ dan /d/
4. Dorsovelar, yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit0langit lunak. Yang termasuk konsonan dorsovelar adalah bunyi /k/ dan /g/.
Berdasarkan cara artikulasinay dibedakan atas:
1. Hambat (letupan, plosive, dan stop). Di sini artikulator sepenuhnya menutup aliran udara,s ehingga udara mampat di belakang tempat penutupan itu. Yang termasuk konsonan letupan antara lain, bunyi /p/, /b/, /t/, /d/, /k/, dan /g/
2. Geseran atau frikatif. Di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit, sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu. Contoh yang termasuk geseran yaitu /f/, /s/, dan /z/.
3. Paduan atau frikatif. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan antara hanbatan dan frikatif. Yang termasuk konsonan paduan antara lain bunyi /c/ dan /j/.
4. Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya keluar melaui rongga hidung dengan bebas. Contoh konsonan nasal adalah bunyi /m/, /n/
5. Getaran atau trill. Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Contohnya adalah konsonan /r/
6. Sampingan atau laterak. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut; lalu nenbiarkan udara keluar melalui samping lidah. Contohnya adalah konsonan /I/
7. Hampiran atau aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti pada pembentukan vokal, tetapi tidak cukup sempit untuk menghasilkan konsonan geseran. Contohnya adalah /w/ dan /y/.
5) Unsur Suprasegmental
a. Tekanan atau stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak.
b. Nada atau Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suaru bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah. Nada ini dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis, tetapi dalam bahasa-bahasa lain mungkin tidak.
Dalam bahasa tonal, biasanya dikenal adanay lima macam nada, yaitu:
1. Nada naik atau meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke atas / /
2. Nada datar, biasanya diberi tanda garis lurus mendatar / /
3. Nada turun atau merendah biasanya diberi tanda garis menurun / /
4. Nada turun naik , yakni nada yang merendah lalu meninggi biasanya diberi tanda / /
5. Nada naik turun, yakni nada yang meninggi lalu merendah, biasanya diberi tanda / /
c. Jeda atau persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut jeda karena adanay hentian itu, dan disebut persendian karena di tempat pemberhentian itu terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain.
6) Silabel
Silabel atau suku kata iru adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu vokal atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. Silabel sebagai sataun ritmis mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Kenyaringan atau resonansi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain di dalam kepala dan dada.
Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonansi itu adalah bunyi vokal. Karena itulah yang disebut bunyi silabis atau puncak selabis adalah bunyi vokal.
Menentukan batas silabel sebuah kata kadang-kadang memang agak sukar karena penentuan batas itu bukan hanya soal fonetik, tetapi juga soal fonemik, morfologi, dan ortografi. Misalnya kata Indonesia /makan/, silabel adalah /ma/ dan //kan/.
2. FONEMIK
Sudah di sebutkan bahwa objel penelitian fonetik adalah fon yaitu bunyi bunyi bahasa pada umumnya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut tersebut berfungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Sebaliknya, objek penelitian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang dapat berfungsi membedakan makna kata. Kalau dalam fonetik, misalnya kita meliputu bunyi-bunyi /a/ yang berbeda dalam kata lancar, laba, dan lain; atau meneliti perbedaan bunyi /i/ seperti pada kata ini, intan dan pahit; maka dalam fonemik kita meneliti apakah ada perbedaan makna atau tidak.
1) Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan stuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa tersebut berbeda maknanya, maka bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Misalnya, kata Indonesia Laba dan raba. Kedua kata itu mirip benar. Masing-masing terdiri dari empat bunyi. Yang pertama mempunyai bunyi /I/, /a/, /b/, dan /a/ : dan yang kedua mempunyi bunyi /r/, /a/, /b/, dan /a, jika dibandingkan :
/l/, /a/, /b/, /a/
/r/, /a/, /b/, /a/
Ternyata perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi /I/ dan bunyi /r/. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi /I/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /I/ dan fonem /r/.
Fonem dari sebuah bahasa ada yang mempunyai beban fungsional yang tinggi, tetapi ada juga yang rendah. Yang memiliki fungsional yang tinggi artinya banyak ditemui pasangan mengandung fonem tersebut seperti dalam bahasa inggris pada fonem /k/ dan /g/ pada kata Back ; bag; beck ; beg, bigger ; bicker dan cot ; dan got.
2) Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem, seperti bunyi /t/ dan /th/ untuk fonem /t/ bahasa Inggris di sebut alofon.Seperti juga dengan identitas fonem identitas alofon juga hanya berlaku pada bahasa tertentu,, sebab seperti juga sudah dibicarakan di atas. Bunyi /t/ dan /th/ pada bahasa Mandarin bukan merupakan dua alofon dari sebuah fonem, melainkan masing-masing fonem yang berbeda yaitu fonem /t/ dan fonem /th/
Dalam bahasa Indonesia fonem /i/ setidaknya mempunyai empat buah alofon, yaitu bunyi /i/ seperti pada kata cita, bunyi /i/ pada kata tarik, bunyi /i/ pada kata ingkar dan bunyi /i/ pada kata Kali. Contoh lain, pada fonem /o/ pada kata Toko dan tokoh.Tentang distribusinya ada yang bersifat komplementer dan ada juga yang bersifat bebas.
Yang dimaksud dengan distribusi komplementer atau biasa juga disebut distribusi saling melengkapi adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, meskipun dipertukarkan juga tidak akan menimbulkan perbedaan makna. Distribusinya bersifat tetap pada lingkungan tertentu. Contoh pada kata Paca yang tidak beraspirasi pada kata space.
Yang dimaksud distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Contohnya kalau bunyi /o/ dan bunyi / / adalah alofon dari fonem /o/, maka ternyata pada kata obat dapat dilafalkan /obat/ dan bisa juga / bat/. Begitu juga kata orang dapat dilafalkan /orang/ atau / rang/
3) Klasifikasi Fonem
Fonem-fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran disebut Fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental disebut fonem fonem suprasegmental atau nonsegmental. Jadi, pada tingkat fonemik, ciri-ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi, dan nada bersifat fungsional atau dapat membedakan makna. Contohnya pada bahasa Batak Toba kata tutu (pada tekanan pertama) bermakna batu gilas dan tutu (pada tekanan kedua) berarti betul. Dengan perbedaan tekanan pada kedua kata itu yang merupakan unsure segmentalnya, memyebabkan kedua kata itu berbeda makna. Dengan kata lain, tekana dalam bahasa Batak Toba bersifat fungsional atau fonemis. Di dalam bahasa Inggris letak tekanan dapat pula membedakan makna. Salah satu di antaranya yang membedakan satu konstruksi adalah kata majemuk atau bukan pada tekanan itu. Seperti pada kata greenhouse, pada kata greenhouse bila tekanan di jatuhkan pada kata green berarti rumah kaca, sedangkan apabila tekanan di jatuhkan pada kata house artinya yaitu Rumah hijau.
Kalau criteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon), maka penamaan fonem pun sama dengan penamaan bunyi. Jadi, kalau ada bunyi vokal depan tinggi bundar, maka juga ada atau akan ada fonem vokal depan tinggi bundar, kalau ada bunyi konsonan hambat bilabial bersuara, maka juga ada atau akan ada fonem konsonan hambat bilabial bersuara.
4) Khazanah Fonem
Yang dimaksud dengan khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Berapa jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain. Menurut catatan para pakar, yang tersedikit jumlah fonemnya adakah bahasa penduduk asli pulau Hawaii, yaitu hanya 13 buah, dan jumlah fonem terbanyak adalah 75 buah adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara. Begitu juga dengan perimbanagn jumlah fonem vokal dan fonem konsonannya. Bahasa Arab hanya memiliki 3 buah fonem vokal, sedangkan bahasa Indonesia mempunyai 6 buah fonem vokal; bahasa Inggris dan bahasa Prancis mempunyai lebih dari 10 fonem vokal.
Ada kemungkinan juga, karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem dalam satu bahasa menjadi tidak sama banyaknya menurut pakar yangs atu dengan pakar yang lain. Misalnya, fonem vokal bahasa Arab di atas disebutkan ada tiga buah, tetapi ada yang menghitung fonem vokal dalam bahasa Arab dan enem buah, yakni tiga fonem vokal biasa ditambah tiga buah fonem vokal panjang. Jadi, unsure pemanjangan tidak dihitung satu, melainkan sebnayak di mana pemanjangan itu berada atau berdistribusi dengan fonem segmental.
5) Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat bergantung pada lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Misalnya seperti sudah dibicarakan pada fonem /o/ dan fonem / /
a. Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat bunyi yang ada di lingkungannya., sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai cirri yang sama dengan bunyi yng mempengruhinya. Contohnya pada kata Sabtu dalam bahasa Indonesia lazimnya di ucapkan /Saptu/, di mana terlihat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai akibat pengaruh bunyi /t/.
Biasanya dibedakan adanay asimilasi progresif, asimilasi regresif, dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progreif bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Misalnya, dalam bahasa Jerman bentuk mit der frau di ucapkan / mit ter frau /. Kita melihat bunyi /d/ pada kata der berubah bunyi menjadi ter sebagai akibat pengaruh bunyi /t/ pada kata mit. Pada asimilasi resiprokal perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi itu, sehingga menjadi fonem atau bunyi yang lain. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah itu terletak dimuka bunyi yang mempengaruhinya.
b. Netralisasi dan Arkifonem
Sudah dibicarakan dimuka baha fonem mempunyai pembeda makna kata. Misalnya bunyi /p/ dan /b/ adalah dua buah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia karena terbukti dari pasangan minimal seperti Paru vs Baru atau pasangan minimal rapat dan rabat. Namun pada kasus /sabtu/ dan /saptu/ Kedua bunyi itu tidak membedakan makna. Di sini tampaknya fungsi pembeda makna itu menjadi batal. Secara tradisional dalam study bahasa Indonesia di jelaskan dengan keterangan yang benar adalah bentuk sabtu karena berasal dari bahasa Arab
c. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Kata umlaut berasal dari bahasa Jerman. Dalam studi fonologi kata ini meempunyai pengertian: perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang berikutnya tinggi. Misalnya dalam bahasa Belanda bunyi /a/ pada kata handje lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan bunyi /a/ pada kata hand. Penyebabnya bunyi /y/ yang posisinya lebih tinggi daripada bunyi /a/ pada kata hand. Peninggian vokal /a/ di sini hanya bersifat alofonis. Namun dalam perubahan kata hand ‘tangan’ menjadi behandig ‘cekatan, terampil’, kita melihat bunyi /a/ pada kata hand diubah menjadi /e/ akibat pengaruh bunyi /i/ pada akhiran ajektif –ig yang diimbuhkan pada kata hand terebut.
Ablaut adalah perubahan vokal kita temukan bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Misalnya dalam bahasa Jerman vokal /a/ menjadi /a/ untuk mengubah bentuk singularis menjadi bentuk pluralis, seperti pada kata Haus ‘rumah’ menjadi Hauser ‘rumah-rumah’.
Perubahan bunyi yang disebut harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki. Contoh kata at ‘kuda’ bentuk jamaknya adalah atlar ‘kuda-kuda’ kita melihat bunyi /a/ pada bentuk tunggal menyebabkan bentuk jamaknya juga berbunyi /a/
d. Kontraksi
Dalam percakapan yang cepat atau dalam situasi yang informasi seringkali penutur menyingkat atau memperpendek ujarannya. Misalkan dalam bahasa Indonesia ucapan tidak tahu sering kali di ucapkan ndak tau. Dalam bahasa Inggris Will not menjadi won’t, bentuk are not di singkat menjadi aren’t. Dalam kontraksi pemendekan ini menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri-sendiri.
e. Metatesis dan Epentesis
Proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi bentuk fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam satu kata. Lazimnya, bentuk asli dan metatesisnya sama-sama terdapat dalam bahasa tersebut sebagai variasi dalam berbahasa. Dalam bahasa Indonesia kita menemukan contoh, selain bentuk sapu, ada bentuk apus dan usap; selain berantas ada banteras; selain jalur ada lajur dan selain kolar ada koral.
Dalam proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan lingkungannya di sisipkan ke dalam sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia ada sampi di samping sapi; ada kampak di samping kapak; ada jumblah di samping jumlah. Kita lihat, pada kasus sampi dan sapi atau kampak dan kapak ada bunyi /m/ yang di sisipkan di tengah kata; dan pada kasus jumblah dan jumlah ada bunyi /b/ yang disisipkan di tengah kata.
6) Fonem dan Grafem
Dalam uraian tedahulu dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus fonem atau harus mencarai pasangan minimalnya, berupa dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda, sedangkan yang lainnya sama. Bila ternyata kedua kata itu memiliki makna yang berbeda, maka kedua kata itu adalah dua buah fonem yang berbeda. Fonem dianggap sebagai bentuk abstrak yang di dalam pertuturan direalisasikan oleh alofon, atau alofon-alofon yang sesuai dengan lingkungan tempat hadirnya fonem tersebut.
Dalam studi fonologi, alofon-alofon merealisasikan sebuah fonem itu, dapat dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Dalam transkipsi fonetik ini setiap alofon, termasuk unsure-unsur suprasegmentalnyadapat di gambarkan secara tepat tidak meragukan. Dalam transkipsi fonemik penggambaran bunyi-bunyi itu sudah kurang akurat, sebab alofon-alofon yang berbunyi jelas tidak sama dengan fonem dilambangkan dengan lambang yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Asdi Mahasatya
Hp, Ahmad. 1997. Linguistik Umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Verhaar, J.W.M 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogjakarta: Gadja
Mada University Press
0 hay...:
Posting Komentar